Review Bacaan Seminar Perspektif dan Teori Media

Topik: Teori Media dan Efek

Review Oleh Ignatius Haryanto

(untuk tanggal 3 Desember 2019)

 

Sumber Bacaan:

  1. Martin Barker & Julian Petley (eds.) Ill Effects: the Media / Violence Debate (2 nd ed.), London & New York: Routledge, 2001
  2. Daniel Dayan & Elihu Katz, Media Events: The Live Broadcasting of History, Cambridge: Harvard University Press, 1992
  3. Elizabeth M. Perse, Media Effects and Society, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 2008

 

Bicara tentang efek media pada audiens, sudah ada banyak literature yang membahas ini, namun dari banyak literature yang ada itu terbagi dalam dua kategori besar: yang demikian percaya akan efek yang dihasilkan oleh media lewat pesan yang disampaikan (baik secara tertulis, lewat gambar / foto, ataupun film), sementara itu ada kategori lain yang tak percaya bahwa efek media sedemikian besar, karena percaya ada factor-faktor yang akan mempengaruhi situasi audiens untuk merespon pesan dalam bentuk efek tertentu.

Dari tiga literature yang diberikan minggu ini, kita pun akan melihat perbedaan atas dua kategori besar akan efek media pada audiens tersebut. Martin Barker dan Julian Petley (2001) menegaskan bahwa mereka berdua tak percaya akan isu soal efek media – khususnya media dengan konten yang mengandung kekerasan – karena menurut mereka bahwa banyak penelitian yang salah mengajukan pertanyaannya, namun penelitian ini tetap mengklaim bahwa efek soal konten kekerasan itu besar. Lebih lanjut keduanya mengatakan “tidak ada yang disebut sebagai ‘kekerasan’ dalam media yang bisa menghasilkan efek yang baik ataupun jelek” (p. 1-2)

Menurut Barker dan Petley, salah satu masalah dalam melihat masalah efek ini adalah tidak ada kelompok atau orang yang mengaku menikmati konten yang dihujat-hujat oleh para pengampanye moral. Dan keduanya juga mempertanyakan, apa tanda dari seseorang yang mengalami efek dari kekerasan dalam media tersebut? (p.7)

Penelitian soal efek media dari konten kekerasan ini juga banyak yang problematic. Barker dan Petley mengutip penelitian Annette Hill yang menunjukkan bahwa dalam hal mengonsumsi media dengan konten kekerasan, ternyata tak ada pembedaan antara lelaki atau perempuan dilihat dari respon mereka setelah menonton film Quentin Tarantino, Pulp Fiction (p.7).

Elizabeth M. Perse dalam bukunya (2008) membahas tentang efek media secara lebih luas. Perse menulis bahwa salah satu focus utama dari studi komunikasi massa adalah pada efek social, kultural dan psikologis dari isi media dan konsumsi media. Walaupun Daniel Berelson sejak tahun 1959 menyebutkan bahwa studi soal efek akan meredup, namun nyatanya hingga 6 dekade sesudahnya, studi soal efek masih terus berjalan dan berkembang (p.1).

Perse juga membahas masalah efek media ini dari berbagai aspek, dan berbagai aspek ini menampilkan gambaran soal efek yang bereda-beda, misalnya dengan mengutip studi yang dilakukan oleh McGuire (1986): apa saja efek yang dihasilkan media massa, dari sisi efek yang diinginkan: dampak iklan terhadap pembelian barang, efek dari kampanye politik terhadap perilaku memilih, efek dari iklan layanan masyarakat terhadap perilaku masyarakat dan kemajuan yang ditunjukkannya, efek dari propaganda politik, dan efek dari ritual media terhadap fungsi control social media (P.1).

Masih dengan mengutip McGuire, Perse, juga menyebutkan soal adanya efek media yang tidak disengaja: efek kekerasan yang ada dalam konten media dan perilaku agresif, dampak dari imaji media terkait dengan konstruksi realitas, efek media pada bias stereotyping, efek dari materi erotic dan sensual pada perilaku, serta bagaimana media berpengaruh pada aktivitas kognitif dan gaya individu (p.2).

Perse juga mengemukakan sejumlah asumsi yang melatari efek media, mulai dari pendapat Harold Lasswell (1927) yang mengatakan bahwa komunikasi massa bisa menjadi dasar bagi individu untuk melihat dunia, dan komunikasi massa juga bisa menjadi alat untuk melakukan manipulasi dan control social. Asumsi lain juga meyakini bahwa perusahaan media mendapatkan keuntungannya dengan cara menjanjikan bahwa mereka adalah alat yang efektif untuk meyakinkan audiens untuk membeli produk, sementara itu para politisi sangat yakin akan efektivitas media untuk mendukung mereka dalam pemilihan umum dan meraih dukungan agar tujuannya tercapai (p.3-4).

Perse juga menunjukkan lewat perhitungan matematis sejumlah ilmuwan terkait dengan kekuatan dampak media, maka dapat disimpulkan bahwa walaupun dampak media itu signifikan, tetapi dampak itu tidak sangat substansial (p.7), dan dengan begitu Perse juga menunjukan dimana hal yang problematis menginterpretasi bukti dari efek media. Perse pun menunjukkan sejumlah argument mengapa efek media tidak sekuat yang dibayangkan orang sebelumnya. Hal ini terkait dengan sejumlah hal seperti:

  • Desain penelitian umumnya melihat efek media terjadi secara linier
  • Efek media tidak terlihat sangat substansial karena di dalamnya terjadi sejumlah proses yang saling berkonflik
  • Efek media tidak terlihat sangat substansial karena ada aspek lain dalam hidup manusia yang punya pengaruh lebih kuat kepada manusia.
  • Juga dikatakan, bahwa dampak media seringkali menjadi kurang karena ada banyak pesan yang diabaikan oleh mereka yang justru harusnya akan lebih terdampak oleh pesan tersebut. Riset terkait dengan eksposure (terpaaan) secara selektif telah mencatat bahwa banyak orang mencari pesan yang mengonfirmasi kepercayaan ataupun perasaan dan menghindari yang sebaliknya. (Perse mengutip Cotton 1985).

Hal terakhir ini mengingatkan kita di Indonesia akan fenomena hoax yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, dan mereka yang terpapar dengan hoax adalah mereka yang menyeleksi fakta mana yang hendak mereka konsumsi dan kepercayaan lebih menjadi dasar penyeleksian fakta ketimbang pertimbangan rasional (p.10-14).

Perse juga mencatat bahwa ada sejumlah sarjana yang mengambil sikap kritis terhadap pendekatan media efek ini. Salah satunya misalnya Todd Gitlin (1978) yang menyebut bahwa paradigm utama yang melakukan penelitian studi efek media ini adalah dari kalangan behavioralisme, yang mendikte para sarjana lain untuk memperhatikan efek media dalam definisi yang sangat sempit. Gitlin juga mengatakan bahwa penelitian jenis ini lebih bersifat penelitian administrative, dimana data yang dihasilkan nantinya akan menjadi data yang berguna untuk kepentingan pemasaran ataupun para pembuat kebijakan, sehingga mereka bisa memprediksi dampak dari kampanye media (Perse 2008: 14-17).

Namun begitu studi atas efek media tetap penting untuk dilakukan, karena sejumlah hal ini:

  • Komunikasi massa menjadi kekuatan ekonomi yang penting di Amerika
  • Komunikasi massa juga menjadi kekuatan politik yang penting sebagai penjaga dari para pembuat kebijakan
  • Komunikasi massa atau media massa juga menjadi sumber hiburan utama

Di luar tetap pentingnya mempelajari efek media, ada dua alasan mengapa studi soal efek media tetap dipertahankan:

  1. Alasan pertama adalah alasan teoritis, dimana para sarjana tetap percaya ada efek media yang terjadi, tapi kita tidak tahu seberapa besar dampaknya, dan kita juga tidak tahu factor-faktor apa yang membuat berbagai dampak itu terjadi. Oleh karena itu mempelajari efek media harus diteruskan untuk menambah pengetahuan kita
  2. Alasan kedua, adalah alasan praktek dan berorientasi pada kebijakan. Jika kita bisa mengelaborasi kondisi dan pemahaman kita atas berbagai bentuk efek media – bagaimana efek media muncul – kita bisa memanfaatkan pengetahuan tersebut. Dalam level praktis, pemahaman atas proses efek media akan memungkinkan praktisi media untuk menciptakan pesan yang efektif untuk mencapai tujuan politik, periklanan, ataupun kampanye tertentu. Sementara itu untuk pihak pemerintah, hal ini akan berguna untuk dapat mengemas pesan yang prososial dan pada akhirnya menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.

Perse juga melakukan pembagian atas dimensi dari efek media sebagai cara untuk melakukan konseptualisasi efek media:

  • Dimensi Cognitive-afektif-behaviroal
  • Level Mikro vs Level Makro
  • Efek disengaja atau tidak disengaja
  • Content dependent vs content irrelevant
  • Jangka pendek vs jangka panjang

 

Literature ketiga dari Dayan dan Katz (1992) membahas tentang media event atau apa yang disebut sebagai “the festive viewing of television” yang ditelevisikan dimana peristiwa itu terjadi dan disebarkan sehingga ditonton oleh seluruh anggota masyarakat. Media events juga sering disebut sebagai “television ceremonies”, atau “festive television”, atau “cultural performances”. Atau secara konseptual yang hendak dipaparkan dalam buku Dayan dan Katz ini adalah untuk membawa antropologi dari seremoni untuk melihat proses komunikasi (p.1).

Media events ini memiliki sejumlah dampak juga, terhadap sejumlah pihak, seperti:

  1. Efek pada organisasi
  2. Efek pada jurnalis dan organisasi penyiaran
  3. Efek pada penonton
  4. Efek terhadap opini public
  5. Efek terhadap institusi politik
  6. Efek terhadap diplomasi
  7. Efek terhadap keluarga
  8. Efek terhadap waktu luang
  9. Efek terhadap agama
  10. Efek pada seremoni public
  11. Efek pada memori kolektif

 

Pertanyaan penelitian:

*) bagaimana efek perubahan menjadi media digital yang dirasakan oleh audiens pembaca Kompas dan Tempo: apakah mereka menyukai perubahan tersebut atau memilih bentuk yang sebelumnya?

 

 

 

 

 

Leave a comment